Kamis, 19 Februari 2015

My Heart Is Beating


Cast:
·         Kim Ji Yo (OC)
·         Eun Hyuk
Genre: Romance (AU)
Rating: PG 15+
Length: Oneshoot
Disclaimer: Ide muncul dari otak saya sendiri, tapi kayaknya  feel tidak mengena J. Lagi-lagi ini murni romance gak ada konflik hehe.
Soundtrack: My Heart Is Beating by K.Will

            “Yang pertama kurasakan saat pertama kali melihatmu adalah debaran aneh yang yang terjadi pada jantungku”

            “Dingin.” Protesku pada cuaca hari ini.
            Saling kugosokkan kedua telapak tanganku dan semakin kurapatkan seragam yang aku kenakan berusaha untuk menghangatkan tubuh pada penghujung musim gugur tahun ini. Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul lima sore, tetapi aku masih enggan meninggalkan tempat ini dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
             Aku malas di rumah sendirian, sore hari seperti ini pasti rumah sangat sepi. Ibuku tiba di rumah pada pukul delapan malam, sepulangnya dari bekerja di restoran milik Jang Ahjumma, sedangkan ayah pulang lebih larut. Otomatis jika aku pulang sekarang, maka aku yang harus menyiapkan makan malam dan pada akhirnya aku juga yang akan memakannya sendiri seperti biasa. Hari ini tidak ada kelas tambahan maka inilah kegiatan yang biasa aku lakukan yaitu bertahan di halte bus seorang diri.
            Saat tatapanku terpaku pada lalu-lalang kendaraan, fokusku teralihkan oleh suara derap langkah kaki seseorang yang mendekat. Dengan refleks aku menolehkan wajahku untuk melihat siapa yang sedang duduk dan mengambil tempat di sebelahku.
            DUG.. DUG.. DUG DUG DUG DUG… tiba-tiba dadaku merasakan sesuatu yang aneh, semakin lama kinerja jantung ini semakin cepat. Suara jantungku saat ini hampir sama dengan saat-saat aku dipanggil oleh seosaengnim untuk maju ke depan kelas dan mengerjakan soal Matematika. Ah tidak, ini tidak sama. Ini lebih menyenangkan jika dirasakan lebih teliti.
            Aku mengalihkan tatapanku dari dirinya, setelah sebelumnya ia balik menatapku sembari tersenyum ramah. Kembali kutelisik penampilannya dari atas hingga bawah. Dilihat dari cara berpakaiannya ia adalah orang yang sangat memperhatikan fashion, namun tidak berlebihan dan enak dilihat oleh mata. Rambutnya berwarna coklat cerah, dengan poni yang sedikit menutupi alis matanya. Aku terpesona padanya, mungkin peristiwa yang sedang aku alami sekarang bisa dipadankan dengan kata-kata “dari mata turun ke hati”.
Ia sibuk mengutak-atik layar ponsel, sambil mengetuk-ngetukkan kakinya pada lantai halte. Dengan lihai aku mencuri-curi pandang, namun terhenti saat ia tiba-tiba beranjak dari duduknya. Rasanya aku tidak rela saat ia akan melangkahkan kaki menaiki bus. Namun, aku sangat terkejut melihatnya menoleh padaku dan tersenyum selama 3 detik, dan selanjutnya ia kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam untuk mencari tempat duduk yang kosong. Hingga bus tersebut melaju kembali, diriku masih setia duduk termenung, belum tersadar dari kebodohan yang aku ciptakan sendiri. Seharusnya tadi aku mengikutinya masuk ke dalam dan pulang satu bus dengannya.
***
            Sore berikutnya. Aku berharap dapat kembali bertemu dengannya, walaupun kemungkinannya sangat kecil, namun harapan seperti ini sudah sering dialami oleh gadis-gadis di luaran sana. Hari ini aku pulang sedikit lebih malam dibanding hari-hari sebelumnya, sebab mata pelajaran yang dijadwalkan pada kelas tambahan kemarin yang sempat tertunda pada akhirnya ditambahkan pada kelas tambahan sore ini juga. Ponselku bergetar, tertanda pesan masuk dari ibuku yang isinya mengharuskanku pulang cepat malam ini. Aku mendesah kesal, karena berarti aku tidak bisa berlama-lama duduk di halte bus dan menunggu sosoknya datang. Sepuluh menit aku menunggu, bus dari arah kiri datang dan berhenti tepat di depanku.
            “Hah, mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bertemu kembali.” Ucapku pelan.
Setelah menempelkan T- Money card pada alat scanning segera kulangkahkan kakiku menuju kursi kosong yang tersedia.
“Tubuhku lelah sekali.” Keluhku.
Aku memilih untuk memejamkan mata. Sekadar memejamkan mata, tidak ada niat untuk tidur di dalam bus.
“Ahjussi, tunggu aku.. tunggu.” Suara laki-laki samar-samar terdengar olehku.
Bus yang sebelumnya sudah bergerak pelan tiba-tiba terhenti. Terdengar olehku orang yang berteriak-teriak tadi masuk dengan sangat tergesa-gesa karena suara berisik yang ditimbulkan oleh sepatu yang bersinggungan dengan lantai tangga bus.
 “Gamsha hamnida Ahjussi.” Ucapnya setelah menormalkan nafasnya.
Sepertinya aku merasakan orang tadi memilih duduk di sampingku. Segera kubuka mataku untuk mengintip penumpang berisik ini.
“Aku boleh duduk di sini kan?” Ucap orang tersebut.
Demi apa? Saat ini, sosok yang sekarang sedang berada di dekatku adalah laki-laki yang kemarin membuatku terpesona. Terlihat ia masih setia melihat ke arahku, seperti menunggu jawaban yang keluar dari mulutku.
“Oh tentu saja, bukankah semua tempat duduk di dalam bus ini fasilitas umum.” Ucapku disertai senyuman.
Dia hanya membalas dengan senyuman, lalu melepas tas ransel warna hitam dari kedua bahunya.
            Aku mengamati keadaan bus yang sepi, dari belakang hingga depan hanya berisi enam penumpang termasuk diriku dan laki-laki ini, tetapi mengapa ia lebih memilih untuk duduk di sampingku? Bukankah masih banyak tempat duduk kosong yang tersedia? Ini menimbulkan kecurigaan yang menyenangkan buatku.
            Sambil menyenderkan kepala pada jendela bus, aku melihatnya sedang membuka-buka isi ranselnya dan mengeluarkan ponsel miliknya. Sampai aku tersadar bahwa seragam yang kita gunakan sama. Berarti?.
            “Chogiyo.. apakah kita dari SMA yang sama?” Tanyaku yang langsung dapat mengalihkan perhatiannya dari layar smartphone yang sedang ia gunakan.
            “Benar.” Balasnya singkat.
            “Oh.” Ujarku.
            “Aku baru pindah seminggu yang lalu, jadi aku anak baru. Perkenalkan namaku Eun Hyuk. Agasshi?” Ucapnya seraya menyodorkan tangan kanannya.
            “Joneun Ji yo imnida, emm Kim Ji Yo.” Balasku sambil menjabat tangannya.
            Dadaku bergemuruh kembali, walaupun hanya sepersekian detik ia menyentuh tanganku, tetapi aku merasakan hal yang sama saat pertama kali melihatnya kemarin. Aku memegang dadaku sambil menyunggingkan senyum ke arah jendela.
“Ji Yo-ssi.” Panggilnya.
“Nde?” Balasku, kembali menghadapnya.
“Kamu turun di mana?”
“Ah.. aku turun di pemberhentian setelah ini, Eun Hyuk-ssi sendiri?”
Aku mengira dia akan bertanya hal-hal yang tidak biasa, ternyata hanya bertanya akan turun di mana.
“Aku turun di dua pemberhentian lagi.” Ucapnya disudahi dengan mengambil jeda.
“Ji Yo-ssi, kita pernah bertemu sebelumnya kan?” Tanyanya, namun matanya tidak menatapku. Dia terlihat malu-malu saat mengatakannya.
“Aku rasa pernah….” Ucapku dengan nada ragu-ragu. Mungkin ia menyadari saat adegan terpesonaku kemarin.
“Kemarin.” Ucapnya seperti melengkapi jawabanku tadi.
“Ah benar.” Ternyata ia menyadarinya.
“Ji Yo-ssi boleh aku meminta nomor ponselmu? Ah maafkan aku, mungkin ini tidak sopan karena sudah berani meminta nomor ponselmu padahal kita baru bertemu dua kali.” Ucapnya cepat tanpa menunggu reaksiku.
Aku terkejut dengan sikapnya. Dia adalah laki-laki yang ramah dan sangat menjaga perilakunya di depan seorang gadis.
“Eh tentu saja, mungkin nanti kita bisa membutuhkannya untuk komunikasi.” Balasku disertai air muka yang memerah.
            Setelah bertukar nomor ponsel dengannya, tak terasa pemberhentian bus sudah dekat. Segera kutekan tombol merah yang berada di sebelah kanan kursiku. Sebelum keluar dari bus, aku menyempatkan untuk menoleh pada Eun Hyuk dan tersenyum padanya, ia membalasnya dengan lambaian disertai gerakan mulut yang mengatakan padaku untuk hati-hati. Aku tersipu dengan tingkah lakunya. Sebelum bus pergi meninggalkan halte, aku sempatkan kembali melihat Eun-Hyuk. Ia berada di sisi jendela, duduk di kursi yang tadi aku tempati. Ia menyadariku yang melihatnya lalu tersenyum sambil membuat tanda telepon dengan jari jempol dan kelingking lalu ditempelkan pada telinganya. Seketika jantungku kembali berdetak kencang.
***
Winter in January~
            Malam ini aku pulang sekolah bersama Eun Hyuk, setelah sebelumnya kita sudah terbiasa pulang bersama. Meskipun sudah menjadi teman dekat, aku masih sering merasakan debaran jantung yang tak terkendali saat berada di dekatnya. Setelah mengenalnya lebih dekat, ternyata Eun Hyuk adalah orang yang sangat humoris dan menyenangkan. Dia sangat suka membuat lelucon dan melakukan hal-hal konyol yang tidak terduga.
Pemberhentian bus nomor tiga. Aku turun dari bus lebih dulu dan Eun Hyuk masih harus melewati satu pemberhentian lagi. Udaranya sangat dingin, membuatku ingin segera pulang untuk menghangatkan tubuh dan menyantap sup buatan ibu.
TUK TUK.. Tiba-tiba aku mendengar ketukan yang berasal dari jendela bus. Aku membalikkan tubuhku dan mengetahui bahwa itu adalah ulah Eun Hyuk. Tiba-tiba ia meniup permukaan kaca jendela yang menghasilkan embun pada kaca tersebut, selanjutnya ia menulis huruf I disertai bentuk hati dan U dengan jari telunjuknya. Setelah melakukan aksinya ia melambai padaku dan mengucapkan kata hati-hati. Aku hanya bisa menampilkan wajah terkejutku sambil mengumbar senyum padanya hingga bus yang ditumpanginya berlalu dari hadapanku.
FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar