Hari ini aku tidak
berani menatap mukanya. Aku malu, sangat malu. Andai saja semalam aku tidak
keceplosan saat chatting-an di
Facebook pasti tidak akan seperti ini dampaknya. Huft aku melangkahkan kaki
dengan pelan sembari menundukkan kepala, alih-alih untuk menyembunyikan wajahku
yang sangat tidak karuan pagi ini, namun apa daya, tiba-tiba dari arah belakang
terdengar suara yang seolah menginterupsiku untuk berhenti. Hahh dasar anak
itu, apakah ia tidak tahu jika aku sedang menghindar dari pria yang sekarang
sedang berjalan menuju ke arahku.
Aku membalikkan tubuh
sambil melotot ke arah Nari. Aku merasakan angin berhembus tanda segerombolan
kakak kelas tadi telah melewatiku. Dia tidak menyapaku seperti biasa bahkan memberikan
sebuah senyuman pun tidak, pasti dia marah. Ah bodoh sekali diriku. Aku seharusnya sadar
diri, dia itu sudah punya kekasih. Ishhh lihat gadis bodoh itu, tega-teganya ia
masih mengumbar senyum tanpa dosanya padaku.
“hey, aku panggil kok enggak nyahut-nyahut, budek
yah?”
Aku hanya menatapnya tajam sebagai tanda agar jangan
mencoba mendekat.
“hey kamu budek yah?” ia berkata sambil menepuk
pundakku.
Aku tahu dia sedang mencoba mengerjaiku.
“sepertinya benar kalau telingamu sedang
bermasalah.”
“ahhhh sepertinya aku harus memeriksakan diri ke dokter
jiwa!” jawabku sambil berapi-api dengan sedikit menyemprotkan saliva ke arahnya.
“ahaha, mana ada orang budek ke dokter jiwa.” Ucapnya
dengan tertawa.
Menyebalkan sekali melihat caranya tertawa, baginya
mengerjaiku merupakan aktivitas yang menyenangkan.
“pikir aja sendiri.” Jawabku seraya meningalkannya
yang sedang tertawa tanpa ampun diselingi batuk-batuk seraknya. Dia memang
berlebihan.
***
Di kelas aku tidak fokus
mendengarkan dosen yang sedang serius memaparkan materi. Sesekali aku menguap
tanpa repot-repot untuk menutupnya, lalu tangan kiriku terangkat untuk
menggaruk bagian wajahku yang terkena gigitan nyamuk semalam. Dasar nyamuk
sialan, tega-teganya dia menghisap darahku yang berharga.
“ ngantuk yah?” Nari menanyakan hal yang tidak
penting.
“hmm.” gumamku.
“kalau ngantuk mending cuci muka sana. Idihh, matamu
sudah sipit ditambah ngantuk pula, kerjaanmu
ngapain semalam perasaan enggak
ada tugas.”
“ngapain yah?” aku berpikir sejenak, setelah chatting-an dengannya aku tidak bisa
tidur, akhirnya nonton anime kesukaanku.
“nonton anime.” Lanjutku.
“ishh tidak bermutu, mending tidur cantik kaya aku.” Ucapnya sambil menampilkan ekspresi
yang menjijikkan.
Aku balas dengan muka masam andalanku dan beranjak
dari dudukku.
“hey mau kemana?, kuliahnya belum selesai!”
tiba-tiba Nari menarik bagian belakang baju yang aku kenakan.
“penyegaran mata, awas minggir kakimu!” dia hanya membalasnya
dengan ber-oh ria.
***
Setelah mendapat izin
keluar kelas oleh dosen, aku segera berjalan dengan tergesa menuju toilet.
Tidak bisa dibayangkan jika aku terus menatap wajah membosankan milik dosenku.
Bisa sampai seratus kali menguap, padahal jam kuliah dimulai pada pukul sembilan
pagi.
Keluar dari toilet
rasanya lega sekali. Mataku juga tidak terasa berat seperti sebelum cuci muka. Aku
melihat ke arah luar, Hmm awannya mendung, pasti sebentar lagi akan hujan deras.
Hari ini sepertinya aku lupa membawa payung, dasar ceroboh, padahal sekarang
sudah memasuki musim penghujan. Semoga sampai jam kuliahku berakhir sore nanti hujannya
sudah reda.
Saat aku menaiki tangga
menuju lantai tiga. Aku melihatnya di ujung tangga sedang bersama dengan
kekasihnya. Haduh mau ditaruh mana mukaku. Aku mencoba memasang muka tembok,
seolah-olah tidak mengetahui keberadaanya yang jelas-jelas berada di depan
mata. Mataku hanya fokus melihat langkahku sendiri yang dengan cepat menaiki
tangga, tidak tanggung-tanggung aku melewati hingga tiga anak tangga sekaligus.
Langkah kaki mereka semakin mendekat, wah ini tanda bahaya.
“Sora.” Di antara dua orang itu ada yang memanggil,
tapi tidak mungkin si gadis karena dia sama sekali tidak mengenalku.
Aku mendongakkan leherku sehingga wajah merahku menghadapnya.
“ah iya kak Dias.” Lidahku kelu, suaraku tidak mau
keluar dengan benar, padahal pada situasi biasa suaraku bisa diibaratkan
seperti suara kaleng rusak.
Dia hanya mengumbar senyum lalu berlalu, sambil
melanjutkan obrolan dengan kekasihnya yang sempat tertunda.
***
Ternyata hujannya awet
hingga aku keluar dari kelas yang terakhir. Sudah jam lima sore, haruskah aku
menunggu hujan reda?. Aku melihat Nari yang sudah siap pulang menunggu jemputan
dari kekasihnya. Meyebalkan, padahal tadi dia sudah berjanji untuk pulang
bersama denganku.
“ohh Sora ku sayang, maafkan aku yah, ternyata aku
dijemput oleh Revi.” Sambil memelas-melaskan wajahnya yang memang sudah melas.
“hmm.” Gumamanku keluar kembali.
“kamu tidak marahkan?” ucapnya sambil menjawil-jawil
daguku.
“ishh risih tau!” aku menangkis tangannya yang masih
betah berada di daguku, kalau ada orang yang berpikiran kita lesbi bagaimana.
“galak amat,
eh gimana kalau kamu minta diantar kak Dias, tuh, tuh.” Matanya melirik-lirik
tidak jelas. Kepalaku di tolehkan ke arah yang ditunjuknya dengan paksa.
Kak Dias dengan santai berjalan melewati koridor
kampus sambil mengorek-ngorek isi tasnya, mungkin mencari kontak motor.
“gila kamu, emang aku siapanya.” Ini pernyataan
bukan pertanyaan.
“adik kelasnya yang istimewa.” Aku menoleh ke arah Nari
sambil menoyor keningya.
“ngaco
kamu!” Padahal dalam hati aku sedikit bahagia, jika orang lain berpendapat
demikian.
“eh Revi udah di parkiran, aku pulang duluan yah.”
Ucapnya setelah menerima pesan singkat dari kekasihnya, lalu pergi sambil
melambaikan tangan, dari kejauhan terlihat dengan sigap Revi menghampiri Nari
lalu memayunginya dengan jaket yang tadi dipakainya dan berlari-lari kecil
bersama menuju tempat sepeda motor miliknya.
“hey hati-hati.” Dasar pasangan sok romantis pikirku.
“kamu tidak ikut pulang dengan mereka?” suara bass seseorang
membuatku menoleh ke belakang.
Kak Dias tersenyum penuh arti kepadaku. Aku kaget
hingga untuk beberapa detik mulutku terbuka.
“hahah tidak, lagi pula kalau aku ikut membonceng
pasti sekarang sudah diturunkan di tengah jalan.” Candaku sambil tersenyum hambar.
“Kak Dias mau pulang?, apa menunggu hujan reda?”
lanjutku.
“inginnya si menunggu hujan reda, tetapi aku harus
mengantar Karin pulang terlebih dahulu.”
Aku hanya membalas dengan membentuk huruf O di
mulutku, setelahnya dia hanya tersenyum.
Ternyata dia sedang menunggu kekasihnya untuk pulang
bersama. Huft aku harus minta maaf pada kak Dias sebelum dia salah paham
tentang isi pesanku semalam.
“emmm, aku minta maaf soal yang semalam.” Ucapku
lancar.
Dia hanya melihatku dengan mimik kebingungan,
wajahnya imut sekali jika menampilkan ekpresi seperti itu. Huft Sora kendalikan
dirimu.
“minta maaf?, memang semalam ada yang salah?”
“ada.” Jawabku cepat, ayo mengertilah aku sedang
mencoba melepaskanmu.
Kulihat dia hanya tersenyum yang entah apa artinya.
Aku menunggu jawabannya dalam diam. Hujan semakin deras sepertinya volume
pertetesnya mengakibatkan aliran air semakin mengucur cepat dari atap.
“ah Sora, aku duluan, ternyata Karin sudah selesai,
oke bye.” Dia meninggalkanku sendirian terjebak di tengah-tengah hujan bersama
mahasiswa lainnya. Mataku seras tidak rela menatap punggungnya yang berjalan semakin
menjauh.
***
Sudah hampir gelap, aku
nekat menerobos hujan padahal aku sendiri alergi air hujan, terkena gerimis
saja bisa mendatangkan flu yang kadang membutuhkan waktu seminggu untuk sembuh.
Aku berlari-lari kecil melewati jalan untuk pulang ke kos, tiba-tiba ada
pengendara sepeda motor yang membunyikan tlakson dari arah belakang TIN!!TIN!!
aishhh dengan berat hati aku merelakan kaki beserta pembungkusnya (red :
sepatu) masuk ke kubangan air. Ahh dasar orang tidak sabaran, sama-sama senasib
hujan-hujanan kenapa harus saling merugikan. Aku mengomel sendiri.
“Sora kau tidak apa-apa?” kak Dias tiba-tiba berada
di sampingku dengan posisi masih di atas motor maticnya.
“ah, aku? Aku tidak apa-apa?” ucapku sambil menunjuk
pada diriku sendiri.
“ayo naik, sudah hampir petang.” Tawarnya.
“emmm.” Aku bingung harus menerima ajakannya atau
tidak, rasanya tidak enak hati.
“kamu tidak ingin demam karena terlalu lama diguyur
hujan kan?, ayo cepat naik.” Nadanya seperti memerintah. Baiklah anggap saja
aku tidak menolak perintah dari senior.
“pegangan yang erat.” Perintahnya.
“apa?” aku merasa telingaku akhir-akhir ini memang
sedang bermasalah tepat seperti yang Nari ucapkan padaku tadi pagi. Namun,
tanpa aba-aba dia melajukan motornya, aku yang terkejut hampir saja
terpelanting ke belakang. Dengan sigap ia menarik tanganku.
“apakah, Kak Karin tidak marah melihat Kakak
mengantar pulang gadis lain?” tanyaku ragu-ragu.
“kenapa harus
marah?” balasnya, masih menggenggam tanganku. Rasanya hangat dan nyaman.
“setiap orang pasti akan marah melihat kekasihnya
berduaan dengan orang lain. iyakan?” dengan perlahan aku menarik tanganku dari
genggamannya.
Kulihat ia hanya mengangguk tanda setuju. Lalu, apa
maksud dari semua yang ia lakukan padaku saat ini?.
“untuk yang semalam, apakah orang yang kau maksud
adalah aku?” tanyanya tiba-tiba.
Jderrr, serasa petir sore hari menyambarku, ternyata
dia mengingat perkataanku semalam. Kupikir dia sudah lupa, karena sikapnya yang sama sekali tidak menunjukkan
ketidaknyamanan terhadapku.
“eumm, anu, eumm hihi, yang mana ya?” ucapku dengan
gaya orang linglung.
“kau pura-pura bodoh atau benar-benar bodoh.”
Aku langsung melototkan mata sipitku, walaupun dia
tidak melihatnya.
“apakah harus aku ulangi lagi balasan pesanmu semalam.”
“ahh tidak usah.”
Serobotku cepat. Sungguh aku malu jika mengingatnya.
“jadi?” tanyanya penuh penekanan.
“jadi…….itu……ehhh iiiya.” Serasa lega dalam hati,
walaupun harus menerima kenyataan pahit.
“ahahhaha, kenapa tidak jujur dari awal.”
“maksudnya?” aku jadi bingung.
“aku menyukaimu Sora.” Ucapnya tanpa basa-basi.
Aku hanya bisa melebarkan mataku lagi dan membuka
telingaku agar tidak salah dengar.
“maukah kau jadi kekasihku.”
Aku bersorak kegirangan dalam hati, sumpah demi apa
pun ini menyenangkan sekali. Ada pria tampan dan baik hati yang mengutarakan
perasaannya di tengah hujan gerimis seperti ini. Namun, tiba-tiba aku teringat
sesuatu.
“maksudmu aku dijadikan selingkuhanmu begitu.”
Ucapku langsung.
“selingkuhan? Siapa yang ingin menjadikanmu menjadi
wanita nomor dua di hatiku?”
Aku hanya bisa mengangguk sambil menggumam “he-emm.
Bukankah Kak Dias adalah kekasih Kak Karin?”
“kita berdua hanya bersahabat.” Jawabnya.
“tapi dari gossip yang beredar..” ucapanku tiba-tiba
terpotong oleh pengakuannya yang mengejutkan.
“itu kan hanya gossip, dulu memang kita pernah
memiliki hubungan spesial, tapi itu dulu, sekarang wanita yang aku sukai hanya
dirimu Sora.” Sepertinya dia tulus mengatakannya.
Konyol, sekarang aku ingin jarak kosku harus
dijauhkan lagi, lama-lama di dekatnya membuatku ingin terbang karena bahagia.
***
“ah terima kasih karena telah mengantarku.”
“ya sama-sama.” Balasnya sambil tersenyum manis dan
mengagguk-anggukan kepalanya ringan.
Sepertinya tidak ada yang berani meninggalkan tempat
terlebih dahulu. Dia hanya memandangku dengan tatapan lambutnya.
“ahh aku masuk duluan.”
Aku mulai membalikkan tubuhku tetapi tiba-tiba dia
memanggilku.
“Sora!”
“iya.” Ucapku setelah kembali menghadapnya.
“istirahat yang banyak, eumm dan itu helmku.”
ucapnya sambil menunjuk kepalaku.
“ah iya aku lupa hehe.” Aku hanya nyengir kuda
karena malu. Ini sama saja dengan merampok di depan mata pemiliknya.
Aku membuka ikatannya dan HUACHIMMMM aku bersin di
hadapannya. Oh ya ampun Sora kamu sungguh memalukan.
“kamu flu, habis ini belilah obat oke.” Ucapnya dengan
nada kekhawatiran.
Aku hanya menganggukkan kepala, dan menyerahkan helm
miliknya.
“ jangan nekat hujan-hujanan lagi ya, aku siap
mengantarmu pulang kok.”
I
wanna falling love with you, must be beautifull lovely day ~
Kita
terasa sangat akrab jika mengobrol lewat
media sosial..
Seperti
itukah?
Berbeda
sekali dengan dunia nyata
Aku
rasa juga seperti itu, apakah Kakak pernah mengalami cinta bertepuk sebelah
tangan?
Aku
rasa belum..
Kakak percaya diri sekali
Memang
seperti itu kenyataanya
Aku
sangat iri
Jadi
kamu pernah merasakannya? Aku turut prihatin J
Aku
serius, dia adalah pria idaman para wanita, dia pintar, seorang mahasiswa
berprestasi, dewasa, baik, dan tampan,
tapi sayang dia sudah memiliki seorang kekasih
Apakah
aku mengenalnya?
Kakak
sangat mengenalnya
Siapa?
Orang
yang sekarang sedang berkirim pesan denganku
Maksudnya?
Ah
bukan-bukan aku salah ketik heheheheh :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar