Rabu, 03 Desember 2014

Cerpen Tanpa Konflik

Hari ini aku tidak berani menatap mukanya. Aku malu, sangat malu. Andai saja semalam aku tidak keceplosan saat chatting-an di Facebook pasti tidak akan seperti ini dampaknya. Huft aku melangkahkan kaki dengan pelan sembari menundukkan kepala, alih-alih untuk menyembunyikan wajahku yang sangat tidak karuan pagi ini, namun apa daya, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang seolah menginterupsiku untuk berhenti. Hahh dasar anak itu, apakah ia tidak tahu jika aku sedang menghindar dari pria yang sekarang sedang berjalan menuju ke arahku.

Aku membalikkan tubuh sambil melotot ke arah Nari. Aku merasakan angin berhembus tanda segerombolan kakak kelas tadi telah melewatiku. Dia tidak menyapaku seperti biasa bahkan memberikan sebuah senyuman pun tidak, pasti dia marah. Ah bodoh sekali diriku. Aku seharusnya sadar diri, dia itu sudah punya kekasih. Ishhh lihat gadis bodoh itu, tega-teganya ia masih mengumbar senyum tanpa dosanya padaku.
“hey, aku panggil kok enggak nyahut-nyahut, budek yah?”
Aku hanya menatapnya tajam sebagai tanda agar jangan mencoba mendekat.
“hey kamu budek yah?” ia berkata sambil menepuk pundakku.
Aku tahu dia sedang mencoba mengerjaiku.
“sepertinya benar kalau telingamu sedang bermasalah.”
“ahhhh sepertinya aku harus memeriksakan diri ke dokter jiwa!” jawabku sambil berapi-api dengan sedikit menyemprotkan saliva ke arahnya.
“ahaha, mana ada orang budek ke dokter jiwa.” Ucapnya dengan tertawa.
Menyebalkan sekali melihat caranya tertawa, baginya mengerjaiku merupakan aktivitas yang menyenangkan.
“pikir aja sendiri.” Jawabku seraya meningalkannya yang sedang tertawa tanpa ampun diselingi batuk-batuk seraknya. Dia memang berlebihan.
***
Di kelas aku tidak fokus mendengarkan dosen yang sedang serius memaparkan materi. Sesekali aku menguap tanpa repot-repot untuk menutupnya, lalu tangan kiriku terangkat untuk menggaruk bagian wajahku yang terkena gigitan nyamuk semalam. Dasar nyamuk sialan, tega-teganya dia menghisap darahku yang berharga.
“ ngantuk yah?” Nari menanyakan hal yang tidak penting.
“hmm.” gumamku.
“kalau ngantuk mending cuci muka sana. Idihh, matamu sudah sipit ditambah ngantuk pula, kerjaanmu ngapain semalam perasaan enggak ada tugas.”
“ngapain yah?” aku berpikir sejenak, setelah chatting-an dengannya aku tidak bisa tidur, akhirnya nonton anime kesukaanku.
“nonton anime.” Lanjutku.
“ishh tidak bermutu, mending tidur cantik kaya aku.” Ucapnya sambil menampilkan ekspresi yang menjijikkan.
Aku balas dengan muka masam andalanku dan beranjak dari dudukku.
“hey mau kemana?, kuliahnya belum selesai!” tiba-tiba Nari menarik bagian belakang baju yang aku kenakan.
“penyegaran mata, awas minggir kakimu!” dia hanya membalasnya dengan ber-oh ria.
***
Setelah mendapat izin keluar kelas oleh dosen, aku segera berjalan dengan tergesa menuju toilet. Tidak bisa dibayangkan jika aku terus menatap wajah membosankan milik dosenku. Bisa sampai seratus kali menguap, padahal jam kuliah dimulai pada pukul sembilan pagi.
Keluar dari toilet rasanya lega sekali. Mataku juga tidak terasa berat seperti sebelum cuci muka. Aku melihat ke arah luar, Hmm awannya mendung, pasti sebentar lagi akan hujan deras. Hari ini sepertinya aku lupa membawa payung, dasar ceroboh, padahal sekarang sudah memasuki musim penghujan. Semoga sampai jam kuliahku berakhir sore nanti hujannya sudah reda.
Saat aku menaiki tangga menuju lantai tiga. Aku melihatnya di ujung tangga sedang bersama dengan kekasihnya. Haduh mau ditaruh mana mukaku. Aku mencoba memasang muka tembok, seolah-olah tidak mengetahui keberadaanya yang jelas-jelas berada di depan mata. Mataku hanya fokus melihat langkahku sendiri yang dengan cepat menaiki tangga, tidak tanggung-tanggung aku melewati hingga tiga anak tangga sekaligus. Langkah kaki mereka semakin mendekat, wah ini tanda bahaya.
“Sora.” Di antara dua orang itu ada yang memanggil, tapi tidak mungkin si gadis karena dia sama sekali tidak mengenalku.
Aku mendongakkan leherku sehingga wajah merahku menghadapnya.
“ah iya kak Dias.” Lidahku kelu, suaraku tidak mau keluar dengan benar, padahal pada situasi biasa suaraku bisa diibaratkan seperti suara kaleng rusak.
Dia hanya mengumbar senyum lalu berlalu, sambil melanjutkan obrolan dengan kekasihnya yang sempat tertunda.
***
Ternyata hujannya awet hingga aku keluar dari kelas yang terakhir. Sudah jam lima sore, haruskah aku menunggu hujan reda?. Aku melihat Nari yang sudah siap pulang menunggu jemputan dari kekasihnya. Meyebalkan, padahal tadi dia sudah berjanji untuk pulang bersama denganku.
“ohh Sora ku sayang, maafkan aku yah, ternyata aku dijemput oleh Revi.” Sambil memelas-melaskan wajahnya yang memang sudah melas.
“hmm.” Gumamanku keluar kembali.
“kamu tidak marahkan?” ucapnya sambil menjawil-jawil daguku.
“ishh risih tau!” aku menangkis tangannya yang masih betah berada di daguku, kalau ada orang yang berpikiran kita lesbi bagaimana.
“galak amat, eh gimana kalau kamu minta diantar kak Dias, tuh, tuh.” Matanya melirik-lirik tidak jelas. Kepalaku di tolehkan ke arah yang ditunjuknya dengan paksa.
Kak Dias dengan santai berjalan melewati koridor kampus sambil mengorek-ngorek isi tasnya, mungkin mencari kontak motor.
“gila kamu, emang aku siapanya.” Ini pernyataan bukan pertanyaan.
“adik kelasnya yang istimewa.” Aku menoleh ke arah Nari sambil menoyor keningya.
ngaco kamu!” Padahal dalam hati aku sedikit bahagia, jika orang lain berpendapat demikian.
“eh Revi udah di parkiran, aku pulang duluan yah.” Ucapnya setelah menerima pesan singkat dari kekasihnya, lalu pergi sambil melambaikan tangan, dari kejauhan terlihat dengan sigap Revi menghampiri Nari lalu memayunginya dengan jaket yang tadi dipakainya dan berlari-lari kecil bersama menuju tempat sepeda motor miliknya.
“hey hati-hati.” Dasar pasangan sok romantis pikirku.
“kamu tidak ikut pulang dengan mereka?” suara bass seseorang membuatku menoleh ke belakang.
Kak Dias tersenyum penuh arti kepadaku. Aku kaget hingga untuk beberapa detik mulutku terbuka.
“hahah tidak, lagi pula kalau aku ikut membonceng pasti sekarang sudah diturunkan di tengah jalan.” Candaku  sambil tersenyum hambar.
“Kak Dias mau pulang?, apa menunggu hujan reda?” lanjutku.
“inginnya si menunggu hujan reda, tetapi aku harus mengantar Karin pulang terlebih dahulu.”
Aku hanya membalas dengan membentuk huruf O di mulutku, setelahnya dia hanya tersenyum.
Ternyata dia sedang menunggu kekasihnya untuk pulang bersama. Huft aku harus minta maaf pada kak Dias sebelum dia salah paham tentang isi pesanku semalam.
“emmm, aku minta maaf soal yang semalam.” Ucapku lancar.
Dia hanya melihatku dengan mimik kebingungan, wajahnya imut sekali jika menampilkan ekpresi seperti itu. Huft Sora kendalikan dirimu.
“minta maaf?, memang semalam ada yang salah?”
“ada.” Jawabku cepat, ayo mengertilah aku sedang mencoba melepaskanmu.
Kulihat dia hanya tersenyum yang entah apa artinya. Aku menunggu jawabannya dalam diam. Hujan semakin deras sepertinya volume pertetesnya mengakibatkan aliran air semakin mengucur cepat dari atap.
“ah Sora, aku duluan, ternyata Karin sudah selesai, oke bye.” Dia meninggalkanku sendirian terjebak di tengah-tengah hujan bersama mahasiswa lainnya. Mataku seras tidak rela menatap punggungnya yang berjalan semakin menjauh.
***
Sudah hampir gelap, aku nekat menerobos hujan padahal aku sendiri alergi air hujan, terkena gerimis saja bisa mendatangkan flu yang kadang membutuhkan waktu seminggu untuk sembuh. Aku berlari-lari kecil melewati jalan untuk pulang ke kos, tiba-tiba ada pengendara sepeda motor yang membunyikan tlakson dari arah belakang TIN!!TIN!! aishhh dengan berat hati aku merelakan kaki beserta pembungkusnya (red : sepatu) masuk ke kubangan air. Ahh dasar orang tidak sabaran, sama-sama senasib hujan-hujanan kenapa harus saling merugikan. Aku mengomel sendiri.
“Sora kau tidak apa-apa?” kak Dias tiba-tiba berada di sampingku dengan posisi masih di atas motor maticnya.
“ah, aku? Aku tidak apa-apa?” ucapku sambil menunjuk pada diriku sendiri.
“ayo naik, sudah hampir petang.” Tawarnya.
“emmm.” Aku bingung harus menerima ajakannya atau tidak, rasanya tidak enak hati.
“kamu tidak ingin demam karena terlalu lama diguyur hujan kan?, ayo cepat naik.” Nadanya seperti memerintah. Baiklah anggap saja aku tidak menolak perintah dari senior.
“pegangan yang erat.” Perintahnya.
“apa?” aku merasa telingaku akhir-akhir ini memang sedang bermasalah tepat seperti yang Nari ucapkan padaku tadi pagi. Namun, tanpa aba-aba dia melajukan motornya, aku yang terkejut hampir saja terpelanting ke belakang. Dengan sigap ia menarik tanganku.
“apakah, Kak Karin tidak marah melihat Kakak mengantar pulang gadis lain?” tanyaku ragu-ragu.
“kenapa harus  marah?” balasnya, masih menggenggam tanganku. Rasanya hangat dan nyaman.
“setiap orang pasti akan marah melihat kekasihnya berduaan dengan orang lain. iyakan?” dengan perlahan aku menarik tanganku dari genggamannya.
Kulihat ia hanya mengangguk tanda setuju. Lalu, apa maksud dari semua yang ia lakukan padaku saat ini?.
“untuk yang semalam, apakah orang yang kau maksud adalah aku?” tanyanya tiba-tiba.
Jderrr, serasa petir sore hari menyambarku, ternyata dia mengingat perkataanku semalam. Kupikir dia sudah lupa, karena sikapnya  yang sama sekali tidak menunjukkan ketidaknyamanan terhadapku.
“eumm, anu, eumm hihi, yang mana ya?” ucapku dengan gaya orang linglung.
“kau pura-pura bodoh atau benar-benar bodoh.”
Aku langsung melototkan mata sipitku, walaupun dia tidak melihatnya.
“apakah harus aku ulangi lagi balasan pesanmu semalam.”
“ahh tidak usah.” Serobotku cepat. Sungguh aku malu jika mengingatnya.
“jadi?” tanyanya penuh penekanan.
“jadi…….itu……ehhh iiiya.” Serasa lega dalam hati, walaupun harus menerima kenyataan pahit.
“ahahhaha, kenapa tidak jujur dari awal.”
“maksudnya?” aku jadi bingung.
“aku menyukaimu Sora.” Ucapnya tanpa basa-basi.
Aku hanya bisa melebarkan mataku lagi dan membuka telingaku agar tidak salah dengar.
“maukah kau jadi kekasihku.”
Aku bersorak kegirangan dalam hati, sumpah demi apa pun ini menyenangkan sekali. Ada pria tampan dan baik hati yang mengutarakan perasaannya di tengah hujan gerimis seperti ini. Namun, tiba-tiba aku teringat sesuatu.
“maksudmu aku dijadikan selingkuhanmu begitu.” Ucapku langsung.
“selingkuhan? Siapa yang ingin menjadikanmu menjadi wanita nomor dua di hatiku?”
Aku hanya bisa mengangguk sambil menggumam “he-emm. Bukankah Kak Dias adalah kekasih Kak Karin?”
“kita berdua hanya bersahabat.” Jawabnya.
“tapi dari gossip yang beredar..” ucapanku tiba-tiba terpotong oleh pengakuannya yang mengejutkan.
“itu kan hanya gossip, dulu memang kita pernah memiliki hubungan spesial, tapi itu dulu, sekarang wanita yang aku sukai hanya dirimu Sora.” Sepertinya dia tulus mengatakannya.
Konyol, sekarang aku ingin jarak kosku harus dijauhkan lagi, lama-lama di dekatnya membuatku ingin terbang karena bahagia.
***
“ah terima kasih karena telah mengantarku.”
“ya sama-sama.” Balasnya sambil tersenyum manis dan mengagguk-anggukan kepalanya ringan.
Sepertinya tidak ada yang berani meninggalkan tempat terlebih dahulu. Dia hanya memandangku dengan tatapan lambutnya.
“ahh aku masuk duluan.”
Aku mulai membalikkan tubuhku tetapi tiba-tiba dia memanggilku.
“Sora!”
“iya.” Ucapku setelah kembali menghadapnya.
“istirahat yang banyak, eumm dan itu helmku.” ucapnya sambil menunjuk kepalaku.
“ah iya aku lupa hehe.” Aku hanya nyengir kuda karena malu. Ini sama saja dengan merampok di depan mata pemiliknya.
Aku membuka ikatannya dan HUACHIMMMM aku bersin di hadapannya. Oh ya ampun Sora kamu sungguh memalukan.
“kamu flu, habis ini belilah obat oke.” Ucapnya dengan nada kekhawatiran.
Aku hanya menganggukkan kepala, dan menyerahkan helm miliknya.
“ jangan nekat hujan-hujanan lagi ya, aku siap mengantarmu pulang kok.”
I wanna falling love with you, must be beautifull lovely day ~

Kita terasa sangat akrab jika mengobrol lewat  media sosial..
Seperti itukah?
Berbeda sekali dengan dunia nyata
Aku rasa juga seperti itu, apakah Kakak pernah mengalami cinta bertepuk sebelah tangan?
Aku rasa belum..
Kakak  percaya diri sekali
Memang seperti itu kenyataanya
Aku sangat iri
Jadi kamu pernah merasakannya? Aku turut prihatin J
Aku serius, dia adalah pria idaman para wanita, dia pintar, seorang mahasiswa berprestasi,  dewasa, baik, dan tampan, tapi sayang dia sudah memiliki seorang kekasih
Apakah aku mengenalnya?
Kakak sangat mengenalnya
Siapa?
Orang yang sekarang sedang berkirim pesan denganku
Maksudnya?
Ah bukan-bukan aku salah ketik heheheheh :D











Tidak ada komentar:

Posting Komentar